bara sang perawan

aku menjalari malam beribu bulan,
menari gemulai bak lentiknya sang perawan,
menanti kekasih dengan rindu tak berkawan,
meluluhkan amarah dalam suci yang bercawan.
adakah aku menantikan engkau yang rupawan?

aahhh…
percikan kecilku menggelora menyelimuti temaram,
baraku tersulut melintasi wajah-wajah itu yang tertunduk kelam,
menyusuri lintingan campah arang yang mulai menghitam,
adakah engkau jiwa yang tersenyum meski mendendam?

ada imaji bergelora meski terpenjara penat dalam,
mengoceh bisu demi kesaksian temaram,
seolah tak peduli pada tangisan sang pujangga yang tengah mengiba dalam,
menemani jiwa-jiwa sendu yang rindu pada siam,
meretasi bisikku dalam gairah yang berdiam.
adakah aku tetap mencinta meski kejammu merajam?

aahhh…
bagaimana mungkin kau mencintai nyala dari baraku,
namun tak pernah sabarnya kau menantikan pagimu.

aahhh…
sudahlah…
aku hanya akan terus menyulut hangatku,
dalam baraku,
bersembunyi sunyi dalam malam di kolong langitku.
denganmu,
tanpamu.

hmmm….
mo cerita apa ya hahaha

honestly,
pembuatan puisi ini sebenernya juga “less than an hour challenge”
yang meminta dibuatin puisi hanya dengan melihat video ini sebelum di-arrange dengan lagunya.
hihi

hmmm….
sebenernya lagi ga pengen komentar lebih banyak tentang isinya…
tapi ntah kenapa aku ngerasain ada sedikit “magic” tersendiri
ketika membaca puisi ini sembari memutar uploaded video-nya…

aku seolah merasakan ada luka, amarah, dendam, namun juga sekaligus cinta yang sangat kuat serta tulus di dalamnya…
ato karna suasana tengah malem saat menggoreskan puisi ini dalam kanvas rasa yang ngebuat aku jadi menyatu sendiri dengan puisi dan api unggun itu yaaa…
hehe
ntahlah…

hmmm,
atau kalian juga merasakan yang sama?



love,
qee suhardi

Antipoda; [laku-wicara]

“Tungguuuu....”, teriakanmu menghentikan langkahku di titian anak tangga ketiga.Hmmm, kumenangkap ada rindu berbalur asa,yang kau hempas di sana.Ada nafas tersengal meski…

Read More

Aga Kareba, Jejak Tinta?

Hmmm…
Lagi-lagi,
Di keberkian kali,
Kau selalu menghampiri dengan mata jenaka itu,
dan senyum itu yang diam-diam begiiiitu aku rindu.

Melumat asal croissant tersisa,
Bertanya dengan mulutmu yang masih penuh,
“Apakah aku akan menjadi sebuah kenangan bagimu di esokmu?”

Aku?
Tersenyum.
Simpul.

Bukankah setiap kita akan menjadi kenangan
bagi mereka yang kita temui kini?

Aku melukiskan setiap warna
atas setiap verbalku pada kanvasmu,
Kanvasnya,
Memori mereka,
Kenangan kita.

Tak hanya verbalku,
Bahkan mungkin setiap gerakku
menggoreskan tinta atas jejakku…

“Harusnya tak kau biarkan elegi,
dan tak kau biarkan sedikitpun pilu bersarang di ruangmu.”

Sepersekian detik tertegun.
Lalu tertawa.
Lirih.
[kau pasti menangkap perihku saat itu]

Heiiiy,…
Aku hanya membiarkanku kaya akan warna
yang kamu, dan mereka titip tinggalkan padaku.

Kau tersenyum.
Menatapku lembut.
Menggenggam jemariku sendu.
Menyeka setiap peluh yang telah terbiasa kupeluk.
Berkata teduh,
“Maka Kirana, hentikanlah letihmu.
Menarilah dalam Jejak Tintaku.”

Secara harfiah, judulnya hanya ingin mengingatkanku akan project yang lama terbengkalai.
huhuhu….
Mpe lupa gimana cara posting. LOL.
Tersiratnya,…. hmmm artikan sendiri ;p

Love,
qee suhardi

[Laut 1]: Lautku, tenanglah…

Hei Laut,Aku melihat riak-riak ombak dalam tenangmu,Kegelisahan, tentang angin yang bertiup sepoi,atau badai yang menderu.Sesekali kau menarik nafas dalam-dalam,menarik airmu…

Read More